Krisis energi global, perubahan iklim, dan meningkatnya kebutuhan listrik menjadi tantangan utama yang dihadapi berbagai daerah, termasuk Provinsi Bali. Sebagai daerah destinasi wisata unggulan Indonesia dan dunia, kebutuhan energi di Bali terus meningkat seiring dengan pertumbuhan sektor pariwisata, industri, dan pemukiman. Namun, ketergantungan Bali terhadap pasokan energi dari luar pulau menjadikan sistem kelistrikan di wilayah ini rentan. Dalam upaya menjawab tantangan tersebut, Pemerintah Provinsi Bali telah menetapkan arah kebijakan pembangunan berbasis energi bersih melalui Peraturan Gubernur Bali No. 45 Tahun 2019 tentang Bali Energi Bersih. Salah satu strategi nyata yang kini mulai berkembang pesat adalah penerapan Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap (PLTS Atap), sebuah solusi ramah lingkungan yang memanfaatkan potensi sinar matahari melimpah di wilayah tropis.
Perkembangan PLTS Atap di Provinsi Bali pada 2025 menunjukkan tren yang positif, meski belum sepenuhnya sesuai target nasional. Berikut adalah capaian utama dan data terbaru terkait pemasangan PLTS atap di Bali:
Hingga pertengahan 2025, kapasitas PLTS atap yang sudah terpasang di Bali tercatat sekitar 12–13 MW. Bahkan mendekati 20 MW jika seluruh pembangkit listrik tenaga surya, termasuk PLTS berbasis lahan (ground-mounted), digabungkan.
Pemerintah pusat melalui Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) menargetkan kapasitas PLTS atap sebesar 108 MWp untuk Bali pada tahun 2025. Dengan pencapaian saat ini, artinya baru sekitar 3,44% dari target yang ditetapkan telah terwujud.
Menurut kajian Institute for Essential Services Reform (IESR), potensi teknis PLTS atap di Bali berkisar 3,3 hingga 10,9 GW. Tetapi, pemanfaatan sebenarnya baru sekitar 1% dari potensi maksimal yang dihitung. Hal ini menunjukkan ruang pengembangan masih sangat besar untuk mendorong kemandirian energi Pulau Bali ke depan.
Langkah awal pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap di Bali menandai fase penting dalam upaya transisi energi menuju Bali Mandiri Energi. Implementasi ini telah dilakukan di sejumlah titik strategis seperti kantor DPRD, kantor wali kota, kawasan perdesaan, serta sektor perhotelan dan villa, yang menunjukkan komitmen kuat pemerintah dan masyarakat dalam mendorong pemanfaatan energi bersih. Beberapa implementasi PLTS Atap yang sudah berjalan diantaranya:
Meski tumbuh positif, pemasangan PLTS Atap di Bali masih menghadapi beberapa tantangan diantaranya:
Kualitas dan kekuatan atap bangunan yang bervariasi, sehingga membutuhkan retrofit atau penguatan struktur atap lama. Tidak semua atap memadai untuk menahan beban panel (±20 kg/m²), terutama pada bangunan tua.
Pengajuan izin PLTS Atap sering terkendala kuota nasional, karena pendaftaran hanya boleh pada bulan tertentu menurut Permen ESDM.
Tidak semua masyarakat paham mengenai manfaat ekonomi PLTS atap dan proses aplikasinya. Masih banyak kesalahpahaman seperti anggapan merusak atap atau tidak tahan lama.
Kebijakan terkait penghitungan ekspor-impor listrik dari PLTS Atap ke jaringan PLN yang sering berubah menjadi tantangan bagi pelaku usaha dan rumah tangga.
Perubahan kondisi cuaca dan kebutuhan pembersihan panel karena debu atau lumut mengurangi efisiensi sistem.
Gubernur Bali, I Wayan Koster, menargetkan tambahan 500 MW dari PLTS atap secara bertahap hingga tahun 2029, dengan 100 MW dimulai pada 2025. Seluruh sektor diimbau beralih ke tenaga surya, memperluas insentif bagi pemasangan baru, dan memastikan semua bangunan pemerintah menjadi contoh implementasi PLTS Atap.
Di sisi lain, kajian IESR menekankan bahwa kolaborasi multi-pihak antara Pemerintah Provinsi Bali, PLN, komunitas lokal, sampai pelaku usaha pariwisata akan menjadi motor penggerak percepatan PLTS Atap di Bali. Selain menambah pasokan listrik bersih, pengembangan masif PLTS atap juga dipercaya akan menciptakan lapangan kerja hijau baru dan menggerakkan ekonomi daerah secara berkelanjutan.
Perkembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap di Bali telah beralih dari tahap kajian potensi menuju implementasi nyata, mencakup berbagai fasilitas mulai dari kantor pemerintah hingga villa. Proyek ini bukan sekadar mengejar capaian kapasitas terpasang, melainkan mencerminkan sebuah transformasi energi yang yang dapat mengurangi ketergantungan pada pasokan eksternal, meningkatkan efisiensi ekonomi, dan mendukung kelestarian lingkungan Bali.
Penerapan PLTS Atap menjadi langkah strategis yang menawarkan berbagai manfaat, seperti penghematan biaya listrik jangka panjang, peningkatan nilai aset bangunan, dan kontribusi terhadap citra Bali sebagai destinasi yang mendukung energi bersih dan pariwisata ramah lingkungan. Melalui kolaborasi yang solid antara berbagai pemangku kepentingan, Bali memiliki peluang besar untuk tampil sebagai contoh sukses dalam transisi energi terbarukan, tidak hanya di tingkat nasional tetapi juga di kawasan Asia Tenggara.
Sumber: